Senin, 28 Mei 2012

Kepemimpinan: Sebuah Pemikiran

Oleh: Usman Nur Hamzah dan Adenency Bekti Utami (Calon Ketua dan Wakil Ketua Fokma)


Pemimpin adalah penggubah peradaban. Pendobrak, pembeda zaman.

Melalui sejarah, manusia diperkenalkan kepada karakter kepemimpinan yang bermacam-macam. Namun, pada hakikatnya, seorang pemimpin adalah pelaku perubahan. Bukan hal yang aneh ketika pemimpin ditanyai menyoal perubahan apa yang akan atau telah dibuatnya. Walaupun perubahan adalah sebuah keniscayaan, tak dapat dipungkiri bahwa masyarakat memerlukan pemimpin untuk melakukan sebuah aksi, sebuah perubahan.
Sayangnya, kecekatan tangan-tangan para pemimpin bukan hanya dapat membentuk peradaban yang tangguh, salah sedikit saja, bisa membentuk peradaban yang rapuh.
Melakukan perubahan bukanlah perkara mudah. Seorang pemimpin biasanya akan dihadapkan pada kondisi dimana masyarakat berusaha mempertahankan tradisinya, walaupun di sisi lain, masyarakat tersebut juga menginginkan perubahan. Sebuah kondisi yang sesungguhnya cukup kontradiktif, ketika masyarakat yang menuntut perubahan malah terlihat seperti melakukan penolakan atas perubahan yang diinginkannya—karena terlanjur nyaman dengan tradisi lama.

Pemimpin harus mampu memantapkan tempatnya berdiri, pemimpin harus bisa menggiring masyarakat ke masa peralihan, sebelum akhirnya sampai kepada kebaikan-kebaikan sebuah perubahan. Kondisi yang kontradiktif seperti tadi, walaupun sulit, seharusnya bukan menjadi hal yang asing bagi seorang pemimpin. Pemimpin harus memiliki bayangan, bahwa suatu saat di masa kepemimpinannya, ia akan berhadapan dengan kondisi-kondisi yang sulit seperti itu. Dan ketika sudah punya bayangan, maka pemimpin dapat merumuskan bagaimana ancang-ancang pergerakannya, kemana organisasi maupun masyarakatnya akan dibawa. Karena sejatinya, pemimpin melakukan perubahan dengan pengambilan keputusan-keputusan, dan untuk menciptakan opsi-opsi keputusan, harus melalui pemikiran yang matang.
Kondisi yang sulit tersebut belum termasuk adanya benturan-benturan kepentingan yang terjadi di dalam (internal) organisasi yang bersangkutan.
Disini, pemimpin harus berperan sebagai cermin yang mampu memantulkan cahaya kepemimpinannya. Pemimpin dituntut untuk berkarakter dan tegas, namun dalam saat yang sama, seorang pemimpin juga dituntut untuk dekat dengan anggotanya.
Pemimpin harus berkarakter, dalam artian apa yang ada di dalam diri pemimpin harus mampu mewujudkan esensinya sebagai seorang penggubah, penggugah, dan juga pembeda. Karakter adalah sebuah mata uang yang laku dimanapun dan dicari kapanpun. Karakter adalah buah dari pembelajaran dan pengalaman yang tidak selalu dimiliki setiap individu. Karakter adalah kemantapan budi pekerti sekaligus kelugasan cara berpikir.
Dengan karakter yang mantap, akhlak yang baik, disertai cara berkomunikasi yang bagus, pemimpin dengan sendirinya akan memiliki pengaruh dan tempatnya dalam sebuah organisasi. Karena memberikan pengaruh maupun mewujudkan perubahan, seperti yang dijelaskan sebelumnya, adalah hakikat seorang pemimpin.
Tidak hanya itu, kedekatan dengan lini bawah juga menjadi hal yang patut diperhatikan oleh seorang pemimpin. Hal tersebut dapat membuat pemimpin mengetahui apa yang sedang terjadi di dalam organisasinya dan juga apa yang sedang dialami para anggotanya atau bahkan, masyarakatnya.
Dengan kata lain, walaupun posisi pemimpin seyogyanya berada di langit, seorang pemimpin harus tetap membumi. Pemimpin harus mampu berkomunikasi dan mampu mengkomunikasikan sebuah keputusan kepada bawahan agar tujuan awal organisasi tercapai. Yang biasanya terjadi adalah, rencana dan realisasi tidak berjalan bersesuaian karena putusnya rantai komunikasi atau pemimpin yang tidak bisa mengkomunikasikan apa yang seharusnya disampaikan.
Kedekatan seorang pemimpin dengan anggota juga dimaksudkan agar seorang pemimpin dapat menganalisa sumber daya manusia yang ada, untuk membagi tugas dan kewenangan-kewenangan yang memang harus dibagi, agar jatuh kepada manusia yang tepat. Sehingga diharapkan, istilah the right man in the wrong place tidak perlu terjadi.
Pemimpin yang baik, harus dapat mewujudkan hal tersebut.

Tanggung jawab menjadi hal yang harus diperhatikan selanjutnya jika kita berbicara menyoal kepemimpinan. Sebuah komitmen yang telah dibuat oleh pemimpin, kesediaannya untuk mengatur organisasi, harus diikuti dengan rasa tanggung jawab yang tinggi. Tanggung jawab tersebut, harusnya, datang dari pribadi masing-masing pemimpin. Jika tidak memiliki sikap ini, seorang pemimpin dapat disebut gagal dalam memegang tampuk kepemimpinannya.
Karena banyak dari pemimpin, yang ketika sudah mengecap kekuasaan, malah lupa akan tanggung jawab yang diembannya.
Tanggung jawab adalah sebuah hal yang tidak bisa dihilangkan jika kita berbicara soal kepemimpinan.
Tanggung jawab seorang pemimpin bukan hanya terletak pada serangkaian laporan pertanggungjawaban. Lebih dari itu, seorang pemimpin bertanggung jawab atas tercapainya pesan yang memang ingin disampaikan pemimpin kepada organisasinya, maupun sebuah organisasi kepada masyarakatnya. Ketika merencanakan kegiatan, pemimpin memiliki tanggung jawab untuk membuat kegiatan tersebut tidak menjadi hal yang hanya berupa kesia-siaan tanpa kemanfaatan tertentu.
Pemimpin bertanggung jawab untuk memahamkan anggotanya maupun masyarakatnya, tentang keadaan sebuah organisasi dan juga tentang keputusan-keputusan yang diambil. Walaupun kebijakan-kebijakan yang diambil telah terlebih dahulu dimusyawarahkan dengan para anggotanya, pemimpin harus tetap menyiapkan sebuah kemungkinan jika ada sebagian anggota yang masih merasa berkeberatan atas keputusan yang diambil.
Disini, pemimpin—lagi-lagi—harus bisa mengkomunikasikan kebijakan atau keputusan yang akan segera diambil kepada anggota-anggota yang masih berkeberatan tersebut agar tidak terjadi kesalahpahaman dan agar mereka mengerti, bahwa apa yang akan dijalankan adalah keputusan yang terbaik yang sudah dihitung baik buruknya. Juga biaya dan manfaatnya. Sehingga semua anggota dapat dengan kompak dan profesional menjalankan keputusan tersebut secara tepat waktu. Kesemuanya ini, merupakan sebagian dari tanggung jawab yang mesti dipikul oleh pemimpin.
Dengan kata lain, tanggung jawab tersebut bukan hanya datang dari peraturan maupun dokumen-dokumen, namun juga tanggung jawab yang datangnya dari hati, dari rasa memiliki terhadap organisasi dan juga rasa peduli.
Sekali lagi, kita telah diperkenalkan oleh sejarah mengenai cerita-cerita kepemimpinan yang bermacam-macam. Sayangnya, tangan-tangan para pemimpin bukan hanya dapat membentuk peradaban yang tangguh, tapi juga bisa membentuk peradaban yang rapuh.
Karena itulah, seorang pemimpin harus mampu memahami, merenungi, dan meresapi apa hakikat dari sebuah kepemimpinan. Bahwa, menjadi pemimpin bukanlah perkara sembarangan. Begitu juga halnya dengan memilih pemimpin. Sehingga seorang calon pemimpin harus memantaskan diri agar menjadi pribadi yang mumpuni, sesegera mungkin sebelum ia memimpin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan jejak dengan berkomentar ya!