Minggu, 27 Mei 2012

Kepemimpinan, Jangan Lagi Klasik

Oleh: Diena Novianti M (Calon BLM Akuntansi Pemerintahan)


Saya buka Google, memanfaatkan mesin pencarinya, dan menemukan definisi kepemimpinan, yaitu kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan pap yang diinginkan pihak lainnya.”The art of influencing and directing meaninsuch away to abatain their willing obedience, confidence, respect, and loyal cooperation in order to accomplish the mission”. Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhidan menggerakkan orang – orang sedemikian rupa untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan tugas – Field Manual 22-100.
Dalam kacamata saya
Mari kita menggeser sedikit pengertiannya dalam hal kepemimpinan dalam kampus. Dalam ranah politik di kampus kita berarti mencakup kepemimpinan dalam lingkup elemen-elemen kampus. Sebut saja Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Badan Legislatif Mahasiswa (BLM), Badan Audit Kemahasiswaan (BAK), Lembaga Pers Mahasiswa (LPM), Badan Otonom (BO), dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Masing-masing memiliki kepentingan dan wewenang masing-masing dalam menjalankan fungsi mereka sebagai wadah aspirasi dan kegiatan mahasiswa. Walau demikian berbeda, mereka saling terintegrasi untuk mewujudkan satu tujuan tunggal.
Secara umum memang pemimpin harus memiliki sifat-sifat tertentu untuk menjalankan tugas-tugasnya. Kita semua sudah tahu itu. Berani, tegas, lugas, cerdas, dan lain sebagainya, berbeda antara satu pemimpin dan pemimpin yang lain, bisa juga berbeda antar organisasi, sesuai dengan apa yang dibutuhkan organisasi tersebut. Yang ingin saya garis bawahi adalah apa yang perlu dievaluasi di kampus kita. Klise sebenarnya, bicara tentang kekurangan dalam setiap dinasti kepemimpinan, karena setiap tahun tidak banyak berbeda. Pertama, kenyataan kerja yang tidak sesuai dengan tujuan awal. Memang di awal kepemimpinan, kebanyakan bersemangat untuk menjalankan, membuat segala macam tujuan jangka pendek maupun jangka panjang dan harapan-harapan yang ingin dicapai selama masa kepemimpinan. Semakin waktu berlalu, komitmen untuk bekerja secara total semakin berkurang. Bisa dilihat dengan kurangnya usaha aktivis ini untuk menepati timeline, identik dengan kebiasaan buruk orang Indonesia yang suka ngaret, akibatnya, rencana yang telah tersusun dengan rapi menjadi terganggu. Buruknya, apabila program kerja yang terganggu ini berefek domino terhadap pihak ketiga, pihak keempat dan seterusnya, memunculkan sebuah pertanyaan atas profesionalitas mahasiswa kita. Lebih sensitif lagi terkait dengan visi misi, apabila selama masa jabatan terbukti tidak dapat mewujudkan visi misi yang diusung dari awal, seindah apapun visi misi itu, membuktikan perjuangan dan usaha yang kurang dari sang pemimpin. Sekali lagi, komitmen yang kurang. Apabila berkilah dengan segala alasan, maka, yang perlu dianalisa di sini ialah, apakah pemimpin tersebut tidak dapat mengatasi permasalahan yang timbul selama masa jabatan?
Kedua, komunikasi. Masalah ini klasik, sangat klasik. Di manapun, kapanpun, dalam sebuah rapat evaluasi, ataupun sebuah forum di mana kepengurusan dipertanggungjawabkan, tidak jarang masalah komunikasi ini dimunculkan. Komunikasi ini sekilas sepele, namun efeknya begitu besar. Secara, komunikasi adalah salah satu penemuan terbesar manusia selain api dan senjata. Lewat komunikasi kita bisa membangun, bisa pula memecah belah. Bisa menyelesaikan masalah, bisa juga memperburuk. Manajemen komunikasi ini penting. Dengan demikian, persatuan dan kesatuan masing-masing entitas dapat dijaga, selaras dalam pergerakan, proyek-proyek dapat dilaksanakan dengan baik, tujuan tercapai. Selesai. Realitanya, karena sedikit kesalahan komunikasi, kurangnya adab dalam berkomunikasi, masalah apapun bisa terjadi. Partner-partner kerja merasa tidak puas, membuat bekerja tidak nyaman, ujung-ujungnya komentar di belakang, opini publik menyerang. Sesederhana itu, seanarkis itu.
Kepemimpinan yang saya harapkan ialah kepemimpinan yang dapat mengaplikasikan solusi dari masalah-masalah klasik di atas. Hardskill? Softskill? Sebagus apapun mereka, buat saya, dedikasi, komitmen, amanah, haruslah menonjol. Kemampuan untuk menanggapi masalah sekecil apapun penting secara absolut. Saya ingin menambahkan pula fitur yang bisa jadi tidak banyak orang mengamalkannya, kepekaan perasaan. Seorang pemimpin yang peka perasaan, lemah lembut dalam berbuat, tidak akan membiarkan rekan-rekan satu timnya mengalami kesulitan sendirian. Ia akan disibukkan dengan bagaimana membuat rekan-rekan kerjanya dan siapapun yang berada dalam lingkup tanggung jawabnya merasa nyaman dalam bekerja, maupun menikmati hasil kerja. Bisa kita simpulkan, dengan demikian, minimal dalam satu masa jabatan, amanah beres.
Pemimpin = Pelayan
Saya perlu menekankan di sini, bahwa pemimpin, bagi rakyatnya, adalah pelayan. Dalam hal ini mahasiswa. Tak jarang dengan status yang diemban membuat orang kalap dan bangga, melupakan amanah bejibun yang ada di pundaknya. Melupakan bahwa pemimpin dengan segala kapasitas, sejatinya adalah pelayan. Tak sadarkah, tanpa mahasiswa pemimpin di kampus tak akan berarti apa-apa? Tak ubahnya dengan kalimat yang pernah saya baca di suatu media, seorang presiden bukanlah presiden jika tidak ada rakyatnya. Jelas tertuang dalam konstitusi negara kita, bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Berarti di sini, kedaulatan berada di tangan mahasiswa. Secara kasat mata memang kita telah melaksanakan pemira, yang merupakan cerminan bahwa mahasiswa sendiri yang menentukan masa depan mereka terhadap kehidupan politik di kampus. Namun terkait hal-hal lain, apakah mahasiswa telah dilayani dengan prima? Saya pikir belum, belum sampai tahap itu. Di sinilah PR pemimpin kampus, silakan bangga hati sejenak atas segala status, wewenang, dan popularitas, setelahnya amanah berat menanti, melayani mahasiswa dengan segala kedinamisannya, sekaligus pertanggungjawabannya di akhir kepengurusan. Jadi, pertanyaan ini saya sampaikan kepada semua peserta PEMIRA, termasuk saya pribadi, siapkah anda jadi pelayan? ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan jejak dengan berkomentar ya!